BANDA ACEH, NARATIF – Lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Tampur I di Kabupaten Gayo Lues berada dalam zona bahaya karena rawan gempa. Ini menjadi salah satu alasan bagi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menolak rencana pembangunan pembangkit di sana.
Dalam sidang lanjutan gugatan penerbitanan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Banda Aceh, Selasa (16/7/2019), Walhi menghadirkan ahli kebencanaan dari Universitas Syiah Kuala, Nazli Ismail, sebagai saksi ahli. Paparan dari Nazli sangat dibutuhkan agar logika penolakan pembangunan pembangkit itu kian kuat.
Di depan majelis hakim, Nazli menjelaskan, bahwa Gayo Lues dilewati oleh sesar sumatera aktif. Sesar ini telah 170 tahun ‘tidur’ dan sangat mungkin suatu saat akan bereaksi. Potensi gempa di atas 7 magnitudo.
Nazli tidak menakut-nakuti, sebab gempa bisa terjadi kapan saja tanpa bisa diprediksi. Namun, Nazli mengingatkan jika bendungan untuk menahan genangan air dibangun, harus dipastikan tahan gempa. Jika tidak, bendungan bisa jebol apabila dilanda gempa besar. “Pembangunan harus berwawasan kebencanaan,” kata Nazli.
Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur mengatakan, hasil kajian mereka, pembangunan PLTA Tampur I lebih banyak kerugian dibandingkan keuntungan. Keuntungan utama kebutuhan listrik Aceh akan terpenuhi jika pembangkit itu beroperasi. Daya 433 megawatt siap diproduksi dari sana. Akan tetapi, kata Nur, ekosistem akan terganggu dan cadangan air untuk kehidupan manusia juga akan berdampak.
Pembangunan PLTA Tampur I dilakukan oleh PT Kamirzu dari Korea Selatan. “Kami bukan menolak pembangunan, namun masih ada potensi energi lain yang bisa digarap,” kata Nur.
Aceh memiliki banyak potensi energi terbarukan seperti panas bumi di Gunung Seulawah, Aceh Besar, gunung Geuredong, Aceh Utara, dan sumber tenaga air. Nur mendorong pemerintah untuk menggarap potensi itu.
Sebagai kawasan ekosistem leuser (KEL) lokasi pembangunan PLTA Tampur I juga rumah besar satwa lindung. Kehidupan satwa lindung terancam karena habitat mereka akan diokupasi untuk pembangunan pembangkit.
Penulis : Baraja
Discussion about this post