“Jika lupa menampung air malam hari, besoknya tak ada air untuk mandi anak-anak ke sekolah.” Kalimat itu keluar dari mulut Ismi, seorang ibu rumah tangga warga Gampong Lambaro Skep. Keluarga ini mengandalkan suplai air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy untuk kebutuhan keluarganya.
Ismi bisa merasakan keresahan warga Cot Lamkuweuh protes suplai air PDAM ke gampong mereka macet. Sehingga melancarkan aksi protes Minggu (4/8/2019) dengan cara mencabut meteran di rumah mereka masing-masing.
Baca: Air Bersih dan Janji ‘Wali Kota Gemilang’
Sejak 2013 ia mengaku sudah mengalami aliran air PDAM macet, hingga 2017 juga belum ada perbaikan. Kendati tahun 2019 ini suplai air di Gampong Lambaro Skep mengalir, namun cukup sering tersendat dan terpaksa membeli penampungan air untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Kata Ismi, keluhan itu sudah disampaikan berulang kali melaporkan air PDAM sering macet. Berbagaimacam cara sudah ditempuh, namun hingga sekarang belum ada realiasasinya, air masih tetap macet dan tak lancar. Penampungan tambahan tetap mesti disediakan.
“Mau tidak mau ya harus menunggu air mengalir malam hari, jika tidak hidup ya terpaksa harus beli air di mobil tank,” kata Ismi, Senin (5/8/2019) kepada Naratif.id.
Karut-marut air bersih PDAM Tirta Daroy Banda Aceh bukanlah hal yang baru. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan terjadi di beberapa gampong. Seperti Gampong Lambaroe Skep, Lambhuk, Gampong Pineng dan Sebagian Gampong Beurawe.
Seorang warga Gampong Lambhuk, Dian mengaku juga mengalami hal yang sama. Suplai air ke rumahnya macet bahkan sampai tiga hari. Lalu air mengalir, namun tak sampai 24 jam sudah mati kembali. “Kalau hidup pun airnya keruh dan harus dipancing dengan mesin pompa supaya air kencang,” ungkap Dian.
Untuk mengantisipasi kebutuhan air untuk keluarganya. Dian mengaku terpaksa harus menggunakan air sumur. Bila mengandalkan PDAM, tentu keluarganya bisa mengalami krisis air bersih.
Meskipun air hidup tak lancar. Dian mengaku selalu memenuhi kewajiban membayar iuran rekaning ke PDAM. Padahal sekarang sudah sangat jarang menggunakan suplai air dari PDAM, dia tetap juga membayar tagihannya.
“Kalau untuk kebutuhan air minum ya beli. Siapa sanggup begadang hingga tengah malam kalau mau menampung air dari PDAM, itu pun berkeruh dan bau lagi,” ungkapnya.
Ketika membuat laporan. Dian mengaku pihak PDAM selalu berdalih akan dilakukan pengecekan dan segera memperbaikinya. Namun faktanya hingga sekarang suplai air selalu macet.
Sementara Ayu, warga Gampong Beurawe juga mengaku harus menunggu suplai air pada pukul 22.00 WIB ke atas. Tentunya mereka harus begadang untuk menampung air bersih.
“Kalau komplain, alasannya lagi ada pemasanagan pipa baru lah, setau saya di kawasan Beurawe itu Februari kemarin dah dipasang pipa baru, tapi tetap aja air yang ngalir ke rumah, ‘senin-kamis’ (tidak lancar),” ungkap Ayu.
Menanggapi keluhan warga, terutama warga Cot Lamkuweuh menggelar aksi protes. Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan, pihaknya sekarang membangun reservoir (penyimpanan air raksasa) yang sedang dikerjakan Pemerintah Kota Banda Aceh di Taman Sari.
“Kita tidak mengumbar janji terkait solusi air bersih. Saat ini kita sedang membangun penyimpanan air raksasa (reservoir) di kawasan Taman Sari, tepatnya di belakang Gedung DPRK Banda Aceh. Pekerjaannya sudah dimulai pertengahan Juni 2019,” ujar Aminullah, Minggu (4/8/2019) di pendopo Wali Kota.
Katanya, tempat penyimpanan air raksasa ini mampu menampung hingga 3000 kubik air. Reservoir representatif ini dilengkapi dengan tiga booster (pemberi tekanan air).
Aminullah klaim reservoir bisa menyelesaikan permasalahan air bersih di Banda Aceh. Bahkan dia berjanji paling telat awal tahun 2020 suplai air bersih di kota gemilang sudah lancar. Tentu seluruh warga akan menanti realisasi air bersih terpenuhi untuk kota Banda Aceh. Baca: Aminullah Kecewa Kepada Warga Cot Lamkuweuh