Swafoto milik May Surayya di depan tugu Rumoh Geudong berhasil meraih juara satu dalam kompetisi lomba foto dan vlog di media sosial. Lokasi ini merupakan salah satu situs pelanggaran HAM berat di Aceh pada masa DOM diberlakukan di Aceh
Lomba ini dalam rangka memperingati ulang tahun Koalisi NGO HAM ke-21. Lembaga ini dideklarasikan oleh beberapa aktivis HAM Aceh pada tanggal 7 Agustus 1998, bertepatan dengan pencabutan status Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh oleh Panglima ABRI masa itu, Jenderal Wiranto. TNI menurunkan pasukan khususnya dalam operasi yang bersandi Jaring Merah tersebut.
Juara kedua foto selfi kedua diraih oleh Muhammad Sazarul Rusla yang mengunggah foto selfi di tempat pembunuhan tokoh Aceh HT. Djohan. Sedangkan juara ketiga diraih oleh Darmawan yang mengunggah foto selfi di tempat pembantaian ulama sufi Aceh, Tengku Bantaqiah, dan pengikutnya di Desa Blang Meurandeh, Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya.
Untuk kategori Vlog, juara pertama diraih oleh akun media sosial Insan Qurani Al-Islami. Dalam video yang berdurasi satu menit itu, anak muda ini menjelaskan tentang proses perjanjian damai antara GAM dengan Pemerintah Republik Indonesia. Pesan yang disampaikan dalam vlog iyu agar konflik dan kekerasan tidak terjadi lagi di Aceh di masa depan.
Untuk juara kedua diraih oleh Chalidin yang menjelaskan tragedi Rumah Trieng Gadeng. Dan juara ketiga diraih oleh Husna yang menjelaskan tragedi Simpang KKA di Aceh Utara.
Masing-masing juara foto selfi dan vlog tersebut mendapat sejumlah uang tunai dan juga sertifikat. Selain enam orang yang mendapatkan juara, beberapa peserta lainnya juga mendapatkan predikat Juara Apresiasi Kemanusian dari Koalisi NGO HAM.
Direktur eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, menjelaskan kompetisi ini bertujuan untuk merangsang pemikiran publik terutama kaum muda terkait pentingnya perdamaian dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Dia juga ingin mendorong agar situs atau lokasi kejadian pelanggaran HAM menjadi heritage pengetahuan konflik dan perdamaian Aceh.
“Yang nantinya tempat-tempat heritage ini akan dijaga oleh masyarakat setempat,” kata Zulfikar Muhammad.[]