NARATIF.ID
  • Beranda
  • News
    • Ficer
  • Indepth
    • Investigasi
  • Editorial
  • Wawancara
  • Opini
No Result
View All Result
NARATIF.ID
  • Beranda
  • News
    • Ficer
  • Indepth
    • Investigasi
  • Editorial
  • Wawancara
  • Opini
No Result
View All Result
NARATIF.ID
No Result
View All Result
Home Indepth

Peringatan Dini Tsunami Paling Ampuh Akal Sehat

A ACAL by A ACAL
26 Juli 2019
in Indepth
Peringatan Dini Tsunami Paling Ampuh Akal Sehat
Share on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT

Berpikir rasional, menggunakan akal sehat merupakan mitigasi paling ampuh meminimalisir banyaknya jatuh korban saat lindu (gempa) dan smong (tsunami) menerjang suatu daerah. Tak terkecuali Provinsi Aceh, yang pernah merasakan hentakan lindu magnitude 9.3, Minggu 26 Desember 2004 silam.

“Peringatan tsunami yang baik itu akal sehat,” kata jurnalis harian Kompas spesialis isu bencana, Ahmad Arief.

Itu disampaikan Ahmad Arief pada diskusi “Membangun Gerakan Literasi Kebencanaan di Aceh” Kamis (27/12/2018) lalu. Hadir dalam dikusi itu selain Ahmad Arief Megumi Sugimoto berasal dari Kyushu University, Jepang. Diskusi berlangsung di Aula Sekolah Muharram Journalism Collage (MJC).

Menusia tidak bisa menolak bencana datang. Tak yang kuasa menghalau agar bencana pindah ke daerah lain. Yang bisa dilakukan manusia adalah ramah dengan bencana, sehingga bisa hidup berdampingan.

Waspada, selalu siaga dan memiliki ilmu pengatahuan hal mutlak harus dibekali kepada masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana. Seperti Banda Aceh yang berada di dua patahan lempeng bumi segmen Aceh dan segmen Seulimum.

“Mawas diri dan selalu waspada ketika kita berada di lokasi rawan tsunami,” ungkapnya.

Dikutip dari situs www.ibnurusydy.com, lindu yang terjadi di Aceh 14 tahun silam disebabkan gerakan lempeng tektonik secara subduksi. Akibatnya memicu smong sepanjang pantai paling barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Menurut Peneliti Tsunami and Disaster Migitation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) ini, lindu dan smong di Aceh menewaskan lebih dari 250.000 orang di empat belas Negara. Gelombang smong mencapai 30 meter dan ini tercatat lindu kedua terbesar yang pernah  tercatat pada seismograf dunia.

Lindu yang terjadi 14 tahun silam di Aceh itu hanya 160 kilometer utara Pulau Simeulue pada kedalaman 30 kilometer di bawah laut. Lindu ini menyebabkan patahan sepanjang 1600 kilometer. Akibatnya terjadilah smong ke daerah pantai di Indonesia, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, dan Maladewa.

Kata Ibu Rusdy, smong Aceh paling besar yang pernah tercatat tinggi mencapai 30 meter, telah memporak-poranda bangunan di sepanjang pantai di Banda Aceh dan beberapa derah lainnya.

“Patahan tersebut  dimulai dari epicenter gempa dekat pulau Simeulue sampai ke kepulauan Andaman,” jelasnya.

Berdasarkan literasi yang ditemukan oleh peneliti. Aceh pada 4 Januari 1907 pernah terjadi smong dan lindu magnitude 7,6 pada kedalaman 20 kilometer dengan episenter  2.48 LU dan 96.11 BT (Hiro Kanamori, dkk, 2010).

Bagi masyarakat Aceh di daratan, lindu dan smong 2004 silam terparah dibandingkan tahun 1907 lalu. Namun berbeda bagi masyarakat pulau Simeulue, justru smong 1907 yang paling parah. Di sana ditemukan, bongkahan koral dengan ukuran sama, terbawa lebih jauh smong 1907 dibandingkan 14 tahun silam.

Kawasan Aceh Besar sampai Kota Banda Aceh itu disebut dengan cekungan Krueng Aceh yang masih berumur muda. Ini terbentuk dari endapan alluvial terdiri dari kerikil, pasur, lanau dan lempung dan semua tidak padat, melainkan lunak.

“Kelunakan endapan alluvial muda ini akan menyebabkan terjadinya penguatan guncangan tanah (amplifikasi) gelombang gempa bumi,” kata Ibnu.

Banda Aceh diapit oleh dua patahan sumatera yang aktif, yaitu segmen Aceh dan segmen Seulimum. Jadi Banda Aceh menjadi kawasan yang cukup rentan terjadi lindu dan smong. Karena semua garis patahannya melintasi Kota Banda Aceh dan setiap tahunnya bergerak sekitar 2-5 meter.

Adapun kecamatan yang diperkirakan mengalami rusak parah bila terjadi lindu dan smong yaitu Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala, Ulee Kareng, Meuraksa, dan Jaya Baru.

Ibu menjelaskan, kerusakan bangunan juga diperkirakan cukup parah. Bila gempa terjadi dengan magnitude 7 dari segmen Aceh. Bangunan di Banda Aceh diperkirakan rusak antara 40-80 persen. Bila gempa dari segmen Seulimuem bermagnitudo 7 masing-masing bangunan diperkirakan kerusakan 20-60 persen.

“Kerusakan bangunan juga mempengaruhi korban akibat tertimpa bangunan,” jelasnya.

Peneliti Geological Hazard Research Group TDMRC Unsyiah lainnya, Muksin Umar menjelaskan, segmen Aceh dan Seulimeum merupakan patahan Sumatera dari Teluk Semangko di Lampung sampai ke Aceh.

Dari Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, patahan sumatera terpecah dua bagian. Satu segmen menerus sampai ke Indrapuri Mata Ie Pulau Breuh Pulau Nasi. Segmen ini dinamakan segment Aceh. Segment kedua menerus ke Seulimuem Krueng Raya Sabang, dan dinamakan segmen Seulimuem.

“Semua itu melintas kota Banda Aceh. Banda Aceh memang cukup rawan, karena semua bersinggungan,” sebut Muksin.

Sedangkan patahan sesar yang ada di Aceh, yaitu sesar Seulimum yang membentang dari kecamatan Tangse, Pidie ke Sabang sepanjang 181 kilometer, sesar Bate 131 kilometer, sesar Lhokseumawe 36 kilometer.

Lalu sesar Tripa sepanjang 286 kilometer dan Aceh sepanjang 232 kilometer. Sedangkan segmen lokal di Lampahan sejauh 32 kilometer, Pidie Jaya atau Samalanga 17 kilometer dan Lhok Tawar 21 kilometer.

“Segmen Tripa itu termasuk berada di Beutong Ateuh,” ungkapnya.

Muksin menjelaskan, lindu tidak bisa diprediksi kapan terjadi dan berapa kekuatannya. Namun berdasarkan ilmu geologi, semakin panjang lempeng yang terangkat ke permukaan, maka semakin besar pula kekuatan magnitude terjadi guncangan.

Lindu dan smong itu tidak ada yang bisa mencegah. Yang bisa dilakukan oleh manusia, sebut Muksin, hidup berdampingan dengan selalu siaga. Setiap warga yang tinggal di kawasan rawan lindu dan smong harus memiliki ilmu pengetahuan.

Mitigasi bencana, kearifan lokal dan menelaah literasi peristiwa lindu dan smong masa lalu. Bisa menjadi mitigasi yang baik, dibandingkan peringatan dini melalui teknologi yang dibuat manusia, karena bisa saja salah atau eror atau tak berfungsi.

“Banyak korban itu karena tidak ada ilmu pengetahuan. Kalau ada gempa besar, baiknya segera menjauh dari laut dan mencari tempat tinggi,” jelasnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (Kalak BPBA), H.T Ahmad Dadek mengaku, pemerintah akan terus berupaya untuk melakukan upaya mitigasi. Bahkan saat ini Rancangan Qanun (Raqan) Kebencanaan sudah masuk dalam Program Legislasi Prioritas tahun 2019.

“Dalam qanun itu dibahas bagaimana ada pendidikan dini soal mitigasi kebencanaan di Aceh. Termasuk membudayakan simulasi-simulasi, baik di sekolah maupun tempat lainnya,” kata Ahmad.

Menurut Ahmad, upaya mitigasi itu dibagi dua bagian, yaitu ilmu pengetahuan dan harus menganut prinsip hikayat smong. Kedua prinsip ini bisa menjadi mitigasi yang baik.

Menyangkut dengan ilmu pengetahuan, sebutnya, banyak yang menjadi korban akibat ketidakpahaman tentang lindu dan smong. Tetapi bila seseorang sudah memahami dan mengetahui tentang lindu dan smong, maka secara otomatis akan mengatahui apa yang harus dilakukan.

“Lalu prinsip smong yang ada di Simeulue. Kalau ada gempa dan air laut surut, maka carilah tempat yang lebih tinggi,” jelasnya.

Smong di pulau terdepan paling barat Indonesia sudah menjadi tradisi diceritakan secara turun temurun. Bagi kaum ibu, saat sedang mengayun anaknya agar tidur, membacakan syair-syair smong. Yaitu syairnya seperti bila terjadi lindu besar dan air laut surut, segeralah menjauh dan mencari lokasi yang lebih tinggi.

Mencintai dan memahami literasi dan ilmu pengetahuan sangat penting. Menurut Ahmad Arief, banyak korban saat lindu dan smong terjadi akibat ketidaktahuan, tidak memiliki ilmu pengetahuan hingga terjadilah banyak korban saat bencana.

Padahal lindu dan smong di Aceh bukan yang pernah terjadi. Minimnya memahmi literasi, sehingga masyarakat tidak mengetahui tinggal di daerah rawan bencana. Akibatnya saat bencana datang, semua panik dan tidak ada pengatahuan cara menyelamatkan diri.

Gerakan mencintai leterasi kebencanaan mutlak harus dilakukan. Berpikir jernih, rasional dan menggunakan akal sehat, bisa menekan angka korban jiwa saat bencana datang. Semong menjadi bukti, dengan adanya budaya bercerita smong pada anak-anaknya, bisa menjadi mitigasi yang ampuh. Yuk cintai literasi, rajin membaca dan menulislah!

Tags: acehbencanaGempakorbanlindusmongtsunami
ADVERTISEMENT

Related Posts

Imunisasi Rendah, Ancaman ‘Gunung Es’ di Serambi Mekah
Headline

Imunisasi Rendah, Ancaman ‘Gunung Es’ di Serambi Mekah

28 Desember 2019
Karpet Merah untuk Persiraja
Headline

Karpet Merah untuk Persiraja

29 November 2019
suntik vaksin difteri di min Uleekareng Banda Aceh / Foto Antara
Headline

Jika Tidak Ditangani Serius, Aceh Berpotensi Menjadi Lumbung Difteri

15 November 2019
Menghalau Gajah Mencegah Konflik
Headline

Cambuk Pelaku Kejahatan Satwa di Ujung Tanduk

8 Oktober 2019
Plt Gubernur Aceh Dua Kali Mangkir Demo Tolak Tambang
Headline

Plt Gubernur Aceh Dua Kali Mangkir Demo Tolak Tambang

16 September 2019
Walhi Aceh Sebut Galian C Liar di Bireuen Cukup Memprihatinkan
Headline

Walhi Aceh Sebut Galian C Liar di Bireuen Cukup Memprihatinkan

13 September 2019
Next Post
Dana Hibah dan Bansos dalam APBA Rawan Korupsi

Dana Hibah dan Bansos dalam APBA Rawan Korupsi

  • Masjid Apung Pertama di Pangkep Sulsel

    Masjid Apung Pertama di Pangkep Sulsel

    475 shares
    Share 190 Tweet 119
  • Semiskin Orang Aceh, Masih Bisa Santai di Warung Kopi

    637 shares
    Share 255 Tweet 159
  • Pakar Ungkap Kenapa Aceh Rawan Terjadi Gempa Besar

    511 shares
    Share 204 Tweet 128
  • Mengenal Dahlan Jamaluddin Ketua DPRA 2019-2024

    627 shares
    Share 251 Tweet 157
  • Gempa Bumi 5,5 Guncang Aceh

    471 shares
    Share 188 Tweet 118
NARATIF.ID

© 2019.

  • Beranda
  • Indeks
  • Redaksi
  • Kode Etik

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Ficer
  • Indepth
    • Investigasi
  • Editorial
  • Wawancara
  • Opini

© 2019.