Pada periode 2014-2019, setidaknya ada 23 anggota DPR-RI yang ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga anti Korupsi ini karena terlibat dalam permufakatan “merampok” uang rakyat. Tantangan saat ini bukan lagi tentang memberantas Korupsi, tetapi bagaimana menjaga lembaga anti rasuah ini agar menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi dari berbagai macam pihak yang ingin menjatuhkannya.
Koalisi musyawarah sipil Aceh bersatu padu dalam aksi tolak pelemahan KPK melalui pagelaran musik, mural, puisi, dan juga orasi budaya, Banda Aceh, Selasa (17 September 2019). Orasi yang dilakukan di Taman Bustanussalatin ini berjalan dengan lancar.
Penolakan revisi UU KPK disuarakan dari Aceh yang melibatkan sejumlah elemen sipil. Seperti AJI Kota Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), KontraS Aceh, LBH, Komunitas Tikar Pandan, Koalisi NGO HAM, Akar Imaji, Apotek Wareuna dan Komunitas Kanot Bu.
Isu Revisi Undang-undang KPK ini mencuat sejak tahun 2010 silam. Perubahan RUU ini merupakan inisiatif DPR sendiri yang telah disepakati oleh pemerintah bersama DPR. Dalam naskah perubahan yang beredar selama ini tidak ada narasi penguatan KPK terlihat.
Dalam perubahan tersebut KPK harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan sebelum melakukan penyadapan, pembatasan usia KPK, kewenangan SP3, serta pembuatan dewan pengawas.
Bisa dibayangkan kalau hari ini undang-undang KPK disahkan oleh DPR RI, maka tidak ada lagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini akan berdampak pada generasi kedepan, karena berpengaruh terhadap dunia pendidikan.
Ahmad Mufti | naratif.id