Kemenangan Persiraja Banda Aceh 2-1 melawan Blitar Bandung United, Selasa (23/7/2019) di Stadion H Dimurthala Lampineung, Banda Aceh memperkokoh puncak klasemen sementara zona barat. Namun keberhasilan meraih poin penuh di kandang sendiri menyisakan pekerjaan rumah bagi pelatih Lantak Laju.
Sejak menit awal pertandingan tampak monoton. Anak asuh Hendri Susilo tampak lebih sering bermain bola panjang. Demikian juga kerap kehilangan bola dan permainan tidak terorganisir dengan baik.
Pada babak pertama justru tim tamu lebih banyak menguasai bola. Beberapa kali gawang Persiraja yang dikawal Fakhrurrazi harus berjibaku menghalau si kulit bundar.
Demikian juga palang pintu Laskar Rencong sempat dibuat kerepotan oleh pemain Persib Bandung B. Sedangkan Persiraja lebih banyak memainkan umpan panjang. Akibatnya bola lebih sering berhasil dipatahkan oleh pemain bahwa tim tamu.
Meskipun akhirnya umpan balik cepat dari pertahanan Persiraja berhasil menggetarkan jaring gawang lawan yang dikawal oleh Reky Rahayu pada menit ke 20. Saat itu umpan lambung dari tengah disambut oleh Defri Rizki dan berhasil mencuri poin pada babak pertama.
Setelah itu saling jual serangan pun terjadi. Anak asuh Liestadi sempat menguasai jalannya pertandingan. Bola dari kaki ke kaki dipertontonkan di hadapan pendukung Persiraja. Bahkan beberapa kali Persib Bandung B nyaris menyamakan kedudukan. Hingga babak pertama berakhir, kedudukan masih unggul Laskar Rencong.
Memasuki babak kedua, permainan Persiraja juga tampak masih belum ada perkembangan. Bahkan bisa disebut permainan terburuk sepanjang tujuh pertandingan Liga 2 zona barat. Hal ini juga diakui oleh pelatih Persiraja, permainan anak asuhnya tidak seperti diharapkan.
Petaka pun terjadi. Pada menit ke 70 tim tamu berhasil membobol gawang Persiraja setelah terjadi gemelut di depan gawang tuan rumah. Akhirnya Muhammad Rezam Baskoro berhasil menyamakan kedudukan dengan skor 1-1.
Keangkeran stadion ini kembali terjadi. Setelah tim tamu berhasil menyamakan kedudukan. Persiraja tampak semakin meningkatkan tensi pertandingan. Benturan-benturan pun tak dapat dihindarkan kedua belah pihak.
Hendri Susilo kemudian memasukkan Fahrizal Dillah, setelah Irvan Yunus Mofu tak mampu lagi melanjutkan pertandingan. Meskipun sudah ada pergantian pemain, skema permainan tetap saja masih tidak ada perkembangan.
Justru tim tamu berada di atas angin. Beberapa kali gawang Persiraja terancam. Barisan pertahanan Laskar Rencong harus jatuh bangun menghalau si kulit bundar.
Akhirnya pada menit ke 78, serangan yang dibangun oleh Nakata Cs berhasil menambah keunggulan. Zamrony berhasil menambah pundi gol dan kedudukan menjadi 2-1 unggul Persiraja.
Hendri Susilo tak menampik permainan secara tim Persiraja melawan Persib Bandung B cukup buruk selama 7 pertandingan. Akan tetapi ia mengaku cukup puas berhasil memetik kemenangan di kandang sendiri.

Permainan terburuk
Meskipun ia tampak mengatakan secara tim permainan anak asuhnya kurang maksimal. Permainan tidak memiliki pola yang baik. Meskipun ia tidak menyalahkan pemain, ini juga faktor padatnya pertandingan selama ini.
“Kita memang menang. Tetapi secara tim terburuk selama 7 pertandingan terakhir,” kata Hendri Susilo.
Meskipun permainan terburuk sepanjang sejarah tahun 2019 di Liga 2, Persiraja berhasil mencuri poin penuh dan bertengger di puncak klasemen sementara zona barat. Persiraja berhasil menaklukkan Persib Bandung B dan ini bukti keangkeran Stadion H Dimurthala, Lampineung, Banda Aceh.
Pasalnya sepanjang sejarah, Persiraja belum terkalahkan selama bertanding di stadion sejak tahun 1957. Hasilnya tidak pernah kalah, paling hanya sebatas berbagi poin dengan lawan.
Ditambah lagi empat pertandingan di kandang berhasil dibantai oleh Laskar Rencong selama Liga 2 musim ini. Malam Selasa (23/7/2019) giliran Blitar Bandung United atau Persib Bandung B harus takluk 2-1 di Lampineung.
Padahal sejak awal tim tamu sempat membuat perlawanan sengit. Pola permainan serangan terus dilancarkan. Namun pemain depan Blitar selalu gagal membobol gawang Persiraja, hingga peluit panjang dibunyikan tetap unggul Persiraja.
Meskipun demikian pertandingan malam ini terkesan monoton. Biasanya setiap pertandingan di kandang permainan keras dan sering terjadi benturan. Akan tetapi melawan Blitar bisa disimpulkan lembut, namun pelatih mengakui permainannya buruk.
Ada peristiwa unik terjadi setelah Fahriza Dillah masuk pada babak kedua, menggantikan Irvan Yunus Muvo tak mampu lagi melanjutkan pertandingan. Usai Dillah merumput, terdengar riuh seluruh stadion meneriakkan nama legenda Persiraja itu.
Namun hanya sekitar 15 menit Dillah merumput, kemudian pelatih kembali menarik Dillah keluar. Penonton saat itu sempat terdiam sejenak. “Kok cepat kali dikeluarkan,” kata seorang penonton.
Penampilan Dillah memang kurang baik saat pelatih memberikan kepercayaan menjadi ujung tombak Persiraja. Beberapa kali bola terlepas dari kakinya, bahkan peluang emas, sudah berhadapan dengan gawang lawan, sepakan melambung tinggi di atas mistar gawang.
Hendri Susilo mengakui, ada kekeliruan pada dirinya saat memainkan Dillah sebagai ujung tombak. Saat itu permainan semakin tak terkontrol, serangan terus bertubi-tubi. Hingga akhirnya dirinya terpaksa harus menarik kembali Dillah dan menggantikan Fary Komul.
“Saya gagal ’berjudi’ malam ini, saya pikir Dillah bisa bermain seperti latihan,” ungkap Hendri.
Menurut Hendri, saat latihan permainan Dillah cukup baik dan siap untuk diturunkan memperkuat lini depan Persiraja. Namun faktanya, saat diturunkan pofermanya tidak sesuai dengan espektasinya. Untuk menghindari kebobolan dan mempertahankan kemenangan, dirinya langsung memperkuat lini tengah dengan memasukkan Fary Komul.
“Makanya kita perkuat lini tengah, kemudian permainan imbang kembali, saya akui ini kesalahan dari saya,” jelasnya.

Bagi Hendri, yang terpenting adalah hasil akhirnya. Ia berhasil mempersembahkan kemenangan dan berhasil mencuri poin di kandang sendiri. Meskipun ia mengakui akan terus mengevaluasi terhadap pola permainan anak asuhnya.
“Saya bertanggungjawab, kedepan kita akan terus memperbaiki,” ungkapnya.
Sorot wasit
Sementara itu pelatih Persib Bandung B, Liestiadi mengaku sangat kecewa cara kepemimpinan wasit. Ada beberapa kali benturan keras menimpa anak asuhnya, wasit tidak memberikan ganjaran apapun.
“Kepemimpinan wasit sangat jelek,” ungkapnya.
Ia berharap kedepan wasit yang memimpin Liga 2 bisa lebih profesional. Sehingga tidak ada yang dirugikan selama pertandingan. “Jangan seperti malam ini, kami dirugikan. Saya ucapkan selamat untuk Persiraja,” tukasnya.
Bagi publik di Aceh, siapa yang tidak mengenal Persiraja. Klub legendaris ini didirikan tanggal 28 Juli 1957 telah banyak melahirkan pemain-pemain yang handal. Seperti Irwansyah, sang kapten pernah dipercaya memperkuat tim nasional cukup dikenal publik. Irwansyah kemudian meninggal dunia setelah gempa dan tsunami menerjang Aceh 26 Desember 2004 lalu.
Sejak pertama kali berdiri. Persiraja dikenal dengan si jago kandang. Joke sering dilontarkan, siapapun yang bertanding melawan Persiraja di Stadion H Dimurthala tetap tak bisa dikalahkan, Barcilona sekalipun bila bermain di sana tetap belum tentu bisa mengalahkan Persiraja.
Seperti dikutip dari serambinews.com, pada era keemasannya sekitar tahun 70 hingga 80-an, nama Persiraja sempat berkibar menjadi klub sepak bola yang diperhitungkan di kancah sepak bola nasional. Klub yang berjuluk Laskar Rencong ini sempat menjuarai beberapa kompetisi.
Sebut saja di antaranya Persiraja pernah menjuarai Piala Perserikatan pada tahun 1980 setelah mengalahkan Persipura Jayapura dengan skor 3-1 dalam laga final di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Dalam pertandingan itu gol Persiraja dicetak Rustam Syafari dan Bustamam.
Pada era Liga Indonesia tahun 1994/1995 sampai 2007, Persiraja masuk sebagai salah tim yang ikut berkompetisi di Divisi Utama yang merupakan kasta tertinggi sepak bola Indonesia.
Di balik nama besar Persiraja dan para pendukung fanatiknya bernama Suporter Kutaraja Untuk Lantak Laju atau SKULL, Persiraja pada era keemasannya memiliki sejumlah pemain andal dan dikenang sepanjang sejarah karena skill mereka yang mumpuni sehingga disegan lawan dan dielu-elukan rakyat Tanah Rencong.
Lantas siapa saja mereka? Serambinews.com merangkumnya dalam 8 legenda Persiraja yang pernah jaya pada masanya. Berikut ulasannya yang sebagian besar dikutip dari akun instagram persiraja_history.
1. Nasir Gurumud
Pemain andalan Persiraja ini pernah jaya di era Perserikatan 1980-an. Selain menorehkan prestasi bersama Persiraja, Nasir Gurumud juga menjadi bagian dari tim Indonesia yang menjuarai cabang sepakbola Pekan Olahraga Mahasiswa ASEAN tahun 1982. Selain itu, Nasir Gurumud juga terpilih sebagai pemain terbaik dalam turnamen tersebut.
2. Isnar
Salah satu pemain andalan pada Kompetisi Divisi Utama Perserikatan di era 1980-an.
Salah satu momen terbaiknya adalah ketika ia membawa Persiraja meraih kemenangan pertama pada Perserikatan 1985, melalui gol tunggalnya ke gawang Persija Jakarta saat bermain di Lampineung pada 17 Januari 1985. Kala itu babak penyisihan grup wilayah barat dilaksanakan di Stadion Lampineung, Banda Aceh 15-22 Januari 1985.
3. Irwansyah
Irwansyah merupakan striker legendaris yang pernah dimiliki Persiraja pada Liga Kansas 1996/1997. Ia juga pernah membela Tim Nasional dan mencetak gol saat melawan Arab Saudi dalam laga uji coba tahun 1997.
Ketajamannya di depan gawang pun menarik minat klub besar seperti Persebaya Surabaya dan Persib Bandung untuk merekrutnya, namun ia tetap bertahan untuk membela Persiraja.
Hingga saat ini sosoknya belum tergantikan, dan tetap dikenang sebagai salah satu pemain terbaik Persiraja, dan juga penyerang fenomenal di era Liga Indonesia.
Menurut catatan, sejak Ligina I hingga Ligina IV, total 54 gol telah dicetak oleh pemain kelahiran 19 Mei 1975 ini. Dengan rincian sebagai berikut:
* Ligina I 1994/1995 : 17 gol
* Ligina II 1995/1996 : 18 gol
* Ligina III 1996/1997 : 13 gol
* Ligina IV 1997/1998 : 6 gol
4. Bustamam Ibrahim
Ia adalah penyerang handal era Perserikatan 1970-an hingga 1980-an. Bustamam juga pernah menjadi pelatih Laskar Rencong pada Kompetisi Divisi I Liga Indonesia 2003, pada musim itu Persiraja lolos ke babak 8 besar namun gagal meraih tiket promosi.
5. Tarmizi Rasyid
Tarmizi Rasyid lebih dikenal sebagai tembok pertahanan Persiraja sejak era Ligina hingga Divisi Utama 2009/2010. Defender Persiraja ini sempat dipinjam oleh Persebaya untuk laga AFC Champions League 1998 melawan Ulsan Hyundai (Korea Selatan).
Satu hal yang melekat dari diri Tarmizi Rasyid saat berlaga di lapangan adalah ketahanan fisiknya yang kuat, hingga pendukung Laskar Rencong menjulukinya, “Weh…weh…” yang berarti sebuah isyarat ketakutan bagi penyerang lawan yang berhadapan dengannya di daerah pertahanan.
6. Zulkarnain Zakaria
Penjaga gawang asal Aceh ini yang sempat memperkuat Persiraja sebelum hijrah ke Semen Padang FC pada tahun 1996. Pemain kelahiran 23 November 1974 ini juga tercatat sebagai kiper pertama Tim Nasional Futsal Indonesia yang berlaga di Piala AFC tahun 2002.
7. Mustafa Jalil
Pemain kelahiran 18 Desember 1969 ini menjadi andalan di lini Persiraja pada era Ligina 90-an. Gerakannya yang lincah mengolah si kulit bundar, membuat Mustafa Jalil kerap menjadi pemain penentu bagi kemenangan Persiraja.
Di tambah lagi postur tubuhnya yang kecil membuatnya mudah bergerak selicin belut. Bakat mengolah bola yang sama juga dimiliki kembarannya Dahlan Jalil yang sama-sama membela tim Lantak Laju.
8. Sisgiardi
Sisgiardi merupakan kiper Persiraja pada kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1993/1994.
Perserikatan 1993/1994 menjadi musim perdana Persiraja kembali ke Divisi Utama, setelah terdegrasi ke Divisi I pada Perserikatan 1986/1987.
Meskipun berstatus sebagai tim promosi, namun Persiraja berhasil finis di peringkat ke-3 klasemen akhir Wilayah Barat dan melaju ke babak 8 besar.[]